NEW YORK-MI: Planet mirip Bumi semestinya dapat ditemukan di sistem tata surya lain di galaksi kita, menurut penelitian terbaru oleh para peneliti senior.
Lebih dari 90% bintang di Galaksi Bima Sakti, termasuk Matahari, mengakhiri keberlangsungannya dengan menyusut menjadi kecil dan membeku yang disebut white dwarf atau si kerdil putih. Biasanya, itu bukanlah hal pertama yang diteliti para astronom untuk mengetahui planet di luar tata surya kita.
Fokus penelitian malah kepada bintang yang mirip dengan Matahari kita. Namun, studi terbaru menunjukkan white dwarf sumber potensial untuk menemukan sistem planet dalam tata surya lain di galaksi kita.
Pada dasarnya, white dwarf terdiri dari hidrogen dan helium murni dalam atmosfernya. Setiap elemen lain yang massanya lebih berat daripada helium di atmosfer white dwarf menjadi polutan dari beberapa sumber eksternal.
Selama beberapa dekade, astronom mengindikasikan polutan berupa logam itu sebagai medium antarbintang, gas tipis yang menembus ruang di antara bintang-bintang. Hal itu karena white dwarf adalah bintang tua yang telah mengorbit berkeliling Bima Sakti. "Dan saat mengorbit itulah, mereka terkontaminasi beberapa gas medium antarbintang," jelas Jay Farihi dari Universitas Leicester. "Tapi, ternyata hal ini tidak sesuai dengan data yang ada kini."
Farihi meneliti white dwarf menggunakan teleskop luar angkasa Spitzer milik NASA dengan teknologi infra. Dari pengamatannya, terlihat bahwa terdapat debu di bagian atas white dwarf. "Hampir dipastikan ini akibat terjadinya hujan di atmosfernya," ujarnya.
Fahiri dan beberapa rekannya mengamati posisi beberapa white dwarf tersebut di Bima Sakti dan menganalisis apakan adanya debu di atmosfer itu disebabkan sapuan medium antarbintang. "Jawabannya adalah itu tidak masuk akal," kata Farihi.
Untuk mendapatkan gambar debu yang lebih jelas di atmosfer white dwarf, Farihi dan rekannya menggunakan data dari Sloan Digital Sky Survey, yang sebelumnya telah mengambil spektrum atau tanda-tanda cahaya dari 1 juta objek kosmis. Mereka menemukan bahwa beberapa jenis logam yang terdapat di atmosfer seperti silikon, magnesium, dan besi menunjukkan adanya kandungan bebatuan.
Sumber dari bebatuan itu memang belum diketahui, tapi Farihi mengatakan, ada dua kemungkinan mengenai asal bebatuan tersebut. Mereka mungkin berasal dari kumpulan asteroid atau pecahan dari planet yang hancur.
Agenda baru penelitian ini dipresentasikan pada minggu ini dalam pertemuan Royal Astronomical Society di Glasgow, Skotlandia. Penelitian ini juga mengindikasikan setidaknya 3% bahkan mungkin 20% dari white dwarf yang ada terkontaminasi oleh bebatuan. Nantinya hal ini dapat menunjukkan bahwa beberapa bintang yang mirip dengan matahari, bahkan yang jauh lebih besar, seperti Vega, akhirnya menjadi white dwarf yang memiliki tata surya.
Ada pula indikasi bahwa materi bebatuan di white dwarf juga mengandung air. White dwarf memiliki atmosfer yang mengandung helium, tapi ternyata juga ada kandungan hidrogennya. Dua elemen itu dapat membentuk air. "Bebatuan yang mengantarkan logam mungkin juga membawa hidrogen," kata Farihi.
Hidrogen menunjukkan bahwa bebatuan itu mengandung air, sebuah elemen penting bagi kehidupan. Menemukan tanda-tanda oksigen di atmosfer white dwarf akan mendukung penelitian ini. Tapi, kata Farihi, dibutuhkan teleskop Hubble untuk menemukan tanda-tanda tersebut. (Pri/SPACE/OL-04)
semoga bermanfaat